searching

Minggu, 18 September 2011


I.                   Pendahuluan

I.1        Latar belakang
            Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang sangat kompleks, terus menerus, dan berkesinambungan karena adanya kesalingtergantungan antara produsen dan konsumen. Kegiatan dimulai dari produksi yang dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar. Dari produksi tersebut dihasilkan produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah sebelumnya melalui rantai distribusi.
            Untuk menunjang dan menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, maka aspek yang perlu untuk diperhatikan oleh produsen pangan adalah kemasan bahan pangan yang kreatif, inovatif dan kompetitif. Hal ini tentunya akan menambah kesan menarik bagi konsumen.
Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi pengemasan yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. Minuman teh dalam kantong plastik, nasi bungkus dalam daun pisang, sekarang juga sudah berkembang menjadi kotak-kotak katering sampai minuman anggur dalam botol dan kemasan yang cantik berpita merah (Syarief,dkk.1989 ).
Aspek yang paling penting selain keamanan bahan kemasan adalah suatu pengenal yang dapat membedakan produk yang satu dengan yang lainnya yang disebut dengan label. Label berfungsi sebagai tanda pengenal suatu produk yang didalamnya memuat informasi mengenai produk yang bersangkutan, antara lain seperti nama produk, berat/isi bersih, bahan yang digunakan, nama dan alamat produsen, tanggal kadaluarsa dan harga.
            Label merupakan sumber informasi yang esensial bagi konsumen sehingga konsumen memliki kontrol dan pilihan yang efektif terhadap apa yang mereka konsumsi berhubungan dengan alasan-alasan kesehatan, keamanan, dan kepercayaan yang diyakini konsumen (misalnya label halal). Oleh karena itu keterangan atau informasi pada label harus jujur, benar, dan tidak menyesatkan.
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkatkan kesadaran konsumen akan mutu dan keamanan produk yang dikonsumsinya. Keadaan ini menyebabkan konsumen semakin selektif dalam memilih suatu produk yang berhubungan dengan standar-standar kualitas, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, proses dan manajemen proses. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga menyebabkan produk-produk yang diperdagangkan makin bertambah. Manajemen produksi memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menciptakan produk-produk baru yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.

II.                Isi

II.1      Label  kemasan pangan

            Kemasan bahan pangan memang memegang peran yang penting dalam suatu usaha produksi pangan. Namun didalam kemasan tersebut hal yang tak kalah pentingnya adalah adanya suatu label yang memberikan informasi pada konsumen didalam produk tersebut.
            Fungsi kemasan yang berhubungan dengan label antara lain menarik konsumen, informatif, sarana promosi, jati diri dll. Label produk pangan mempengaruhi diterima atau ditolaknya produk tersebut oleh konsumen baik lokal maupun di luar negeri, misalnya terjadinya penolakan (food detention/holding order) oleh Australia karena label yang kurang tepat. Perlu adanya aturan hukum yang mengatur label, dalam rangka perlindungan konsume
            Ketentuan tentang label pangan telah diatur dalam PP No. 69 Thn. 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Dalam peraturan ini menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.           
            Adapun atribut yang harus ada  didalam suatu label pangan sekurang-kurangnya memuat :
1.      nama produk
2.      daftar bahan yang digunakan
3.      berat bersih atau isi bersih
4.      nama dan alamat yang memproduksi
5.      tanggal daluwarsa dan tanggal pembuatan
6.      register :
·         ijin produksi
·         sertifikat  Halal dari BPOM MUI
·         uji kelayakan
 Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemberian suatu label pada bahan pangan antara lain :
1.      Pencantuman label tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
2.       Keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam dan atau dengan label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.
3.       Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
4.      Pada label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
II.2      Identifikasi label pangan pada produk pangan ( kerupuk )

            Kerupuk adalah makanan tradisional khas indonesia yang terbuat dari aneka tepung – tepungan  seperti tepung tapioka, terigu dan tepung beras serta dengan penambahan aneka bumbu rempah – rempah. Produsen kerupuk juga biasanya menambahkan ikan pada adonan kerupuk untuk membuat cita rasa lebih gurih.
            Krupuk yang dijual dipasaran dikemas dengan kemasan plastik. Kemasan krupuk terbilang cukup simpel dan sederhana, krupuk juga dapat dikemas dalam wadah kaleng dengan isi yang lebih banyak.
            Berbicara kemasan bahan pangan, maka kita tidak akan melupakan label yang ada pada produk tersebut, begitu pula dengan label pada kemasan krupuk yang sering kita jumpai. Berikut ini identifikasi label dalam kemasan krupuk yang beredar dipasar.
1.      Nama produk
Dari dua kemasan krupuk yang saya amati, masing- masing produk telah memeberikan nama produk kerupuk mereka dengan ciri dan nama yang mudah diingat, yaitu kerupuk tenggiri dan kerupuk delima.

2.      Daftar bahan yang digunakan
Untuk atribut ini, kedua produsen tidak mencantumkan jenis bahan yang digunakan secara jelas dan pasti. Hal ini dimungkinan oleh produsen krupuk tersebut untuk menghindari duplikat komposisi bahan oleh orang lain, sehingga menimbulkan pesaing pada industri krupuk. Padahal dengan pemberian informasi tentang bahan yang digunakan, konsumen akan merasa yakin dan aman bahwa krupuk yang mereka beli sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di negara ini.

3.      Berat bersih atau isi bersih
Atribut label ini pun tidak dicantumkan oleh produsen. Memang atribut yang satu ini biasanya dipakai untuk produk yang memiliki berat yang tinggi dan produk hasil industri besar seperti produk dari Tanggo, Nestle dll. Sementara krupuk adalah hasil olahan industri kecil menengah dan biasanya dijual per buah, biasanya tiap satu kemasan krupuk berisi 7 – 8 buah krupuk, tergantung dengan harga jual yang ditetapkan oleh produsen krupuk

4.      Nama dan alamat yang memproduksi
Atribut ini adalah hal yang paling menonjol pada label kemasan krupuk. Selain sebagai pengenal dan pembeda produk yang sejenis, produsen juga menjadikan sebagai alat promosi pada konsumen jika mengingankan produk tersebut dalam jumlah yang besar dan harga yang sedikit lebih murah dibanding harga dipasar.



5.      Tanggal kadaluwarsa dan tanggal pembuatan
Produsen tidak mencamtumkan untuk atribut ini, sebab produk kerupuk adalah produk yang memilik daya awet yang terbilang singkat. Produsen krupuk akan menukar kerupuk yang telah melempem dari pedagang dan menggantikannya dengan yang baru, ini dalah mekanisme dagang dari produsen kerupuk, sehingga tanggal kadaluwarsa dirasa tidak perlu ditulis pada label kemasan kerupuk. Padahl tanggal kadaluwarsa adalah penentu dan indikator dari suatu produk layak atau tidaknya dikonsumsi oleh konsumen.

6.      Register :
·         ijin produksi
·         sertifikat  Halal dari BPOM MUI
·         uji kelayakan
            Untuk atribut label jenis ini, sebagian produsen kerupuk ada yang    menyertakan ijin produksi dan sertifat halal namun sebagian lagi tidak mencamtumkan atribut ini. Khusus untuk label halal, saya tidak mengetahui dengan pasti, apakah produsen kerupuk tersebut memang benar – benar telah mendapat lisensi dari pihak terkait atau sengaja memasang label halal tanpa melalui audit produksi dan tahapan yang telah ditentukan. Permasalahan halal memang menjadi haul yang cukup pelik dikalangan masyaratkat. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduk indonesia yang sebagian besar adalah muslim. Sekali saja suatu produsen pangan mencampur produknya dengan bahan yang di haramkan oleh islam, sudah pasti produsen tersebut akan bangkrut, untuk itu label halal menjadi suatu yang serius untuk di labelkan pada setiap kemasan pangan.
           


Daftar pustaka


Nurhayati,G. 2010. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Direktorat IKM wilayah I, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementrian Perindustrian.s

Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Sumitra, Omit. 2003. Mengidentifikasi Bahan Kemasan Alami. Bagian Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.

\

           

Kerusakan Bahan Pangan

  Kerusakan Bahan Pangan



Mengapa bahan pangan mengalami kerusakan?
Hasil pertanian setelah dipanen atau disembelih jika dibiarkan di udara terbuka pada suhu kamar atau dibiarkan tanpa perlakuan, maka lama kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh mekanis, fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis. Pengaruh-pengaruh tersebut kemungkinan dapat mengakibatkan kerusakan atau pembusukan, terutama pada saat panen melimpah.
Apakah yang dimaksud dengan kerusakan pangan ?
Kerusakan pangan sukar didefinisikan secara tegas karena sifatnya relatif. Misalnya bila ditinjau dari segi selera, bahan makanan yang dianggap oleh sebagian orang telah rusak, malahan oleh orang lain dianggap enak. Setiap orang sulit membedakan jenis kerusakan yang bagaimana yang bisa membahayakan terhadap kesehatan tubuh. Belum tentu makanan yang dianggap rusak mempengaruhi kesehatan, paling-paling nilai estetikanya atau niulai gizinya berkurang.
Terjadinya pememaran pada buah-buahan , daun kangkung atau bayam menjadi layu misalnya merupakan tanda terjadinya kerusakan; demikian pula pada bahan makanan yang digoreng menjadi gosong karena pemanasan yang terlalu lama menunjukkan adanya kerusakan. Dari beberapa pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa suatu bahan dikatakan rusak bila “ menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh pancaindera atau parameter lain yang digunakan “.
Kerusakan pangan dapat ditinjau berdasarkan nilai gizi, estetika dan keracunan. Kerusakan nilai gizi misalnya kerusakan vitamin B1 atau riboflavin dalam susu yang dibiarkan di udara terbuka, langsung kena sinar matahari atau sinar buatan. Kehilangan riboflavin ini dapat dicegah bila susu disimpan pada suhu rendah dan terlindung dari cahaya/ sinar. Daun sawi yang telah layu, buah-buahan dan sayur-sayuran yang warnanya pucat meskipun tidak berbahaya pada/bagi kesehatan, tetapi secara estetika dianggap rusak karena kenampakannya kurang bagus. Kerusakan yang menimbulkan masalah serius ialah terjadinya keracunan pada makanan.
Bagaimana ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan ?
Bahan makanan secara alami akan mengalami kerusakan, hanya ketahanannya berbeda-beda tergantung jenis makanannya. Berdasarkan ketahanannya terhadap kerusakan, bahan makanan dikelompokkan menjadi:
1. Makanan yang stabil atau tidak mudah rusak
Jenis makanan ini dapat tahan dalam waktu lama.
Contohnya : serealia, kacang-kacangan
2. Makanan yang agak mudah rusak.
Jenis makanan ini ketahanan simpannya terbatas.
Contohnya : bawang merah, wortel, cabai merah, dll.
3. Makanan yang mudah rusak.
Jenis makanan ini mudah rusak bila tidak diawetkan.
Contoh : daging, susu, ikan, buah-buahan berair banyak, dll.
Sesungguhnya bahan pangan sebelum dipanen dan ditangani manusia sifatnya relatif steril, karena mempunyai pelindung yang bersifat alami; misalnya kulit telur yang melindungi isi telur atau kulit buah yang melindungi daging buah. Begitu bahan pangan dipetik atau diperah atau disembelih, sifat kesterilan tersebut hilang karena bahan pangan mulai mengalami kontak dengan manusia dan lingkungan di sekelilingnya.
Mikroba yang mencemari bahan pangan akan segera tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, dan mulai menimbulkan kebusukan pada bahan pangan jika bahan pangan tersebut tidak segera dimasak atau diawetkan. Untuk melakukan usaha-usaha pengawetan, perlu dipertimbangkan jenis-jenis kerusakan yang bisa terjadi pada bahan pangan, kemudian memilih cara-cara yang diinginkan; sedangkan untuk memahami kerusakankerusakan bahan hasil pertanian atau bahan pangan perlu diketahui faktor-faktor penyebabnya.
Apakah penyebab utama kerusakan pangan?
Penyebab utama kerusakan pangan adalah :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikoorganisme
2. Enzim
3. Hama ( serangga, parasit, dan binatang mengerat)
4. Suhu, baik suhu tinggi maupun suhu rendah
5. Air
6. Udara, khususnya oksigen
7. Cahaya/sinar
8. Waktu penyimpanan
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Mikroba adalah jasad hidup berukuran sangat kecil, tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi dapat dilihat melalui mikroskop; dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di permukaan kulit, bulu, permukaan buah, sayuran , biji-bijian, bahkan di dalam usus manusia dan hewan.
Mikroba yang penting dalam kerusakan pangan yaitu bakteri, kapang dan khamir. Tiap-tiap jenis mikroba ini untuk pertumbuhannya memerlukan suhu dan pH tertentu, juga air maupun oksigen. Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
  1. Mikroba yang menguntungkan, adalah mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, tape, tauco, keju, kecap, yoghurt, dll. Dalam proses fermentasi, mikroba yang diinginkan ditingkatkan pertumbuhannya, sedangkan mikroba yang tidak diinginkan pertumbuhannya dihambat.
  2. Mikroba yang merugikan. Mikroba yang termasuk golongan ini yaitu mikroba yang menimbulkan penyakit, mensintesis racun dan yang menyebabkan pembusukan. Sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dll. akan mengalami kontaminasi oleh mikroba setelah kulitnya dikupas atau mengalami kerusakan.
Bakteri yang tumbuh pada bahan pangan dapat menimbulkan lendir, bau, gas, busa, asam atau penyimpangan warna. Selain itu bakteri dapat menimbulkan penyakit atau keracunan, jika bakteri berasal dari kelompok bakteri patogen atau bakteri penyebab penyakit . Kerusakan yang ditimbulkan oleh bakteri bisa sangat besar.
Hal ini terutama disebabkan bakteri berkembang biak dengan cepat sekali bila keadaan lingkungannya menguntungkan. Misalnya dalam suasana lingkungan yang baik, jumlah bakteri dapat meningkat 2 kali lipat dalam waktu 30 menit. Sebagai contoh, misalnya susu segar yang belum dipasteurisasi umumnya mengandung 100.000 mikroba per ml.; jumlah ini dapat berlipat ganda menjadi 25 juta dalam waktu 24 jam.
Menurut kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas :
a. Jenis-jenis yang aerobik (memerlukan oksigen/O2)
b. Jenis-jenis yang anaerobik (untuk tumbuh memerlukan suasana bebas oksigen atau dengan tekanan oksigen rendah)
Pertumbuhan optimum bakteri dipengaruhi beberapa faktor , antara lain kadar air, pH, RH, oksigen, mineral, dll. Berdasarkan suhu pertumbuhannya, bakteri dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu :
  1. Bakteri termofilik, pada suhu 38 – 80oC (suhu optimum 45 – 55oC) Sebagian besar bakteri termasuk golongan ini.
  2. Bakteri mesofilik, pada suhu 16 – 38oC (suhu optimum 20 – 45oC)
  3. Bakteri psikrofilik, pada suhu 0 – 16oC (suhu optimum 20oC )
Beberapa jenis bakteri dapat membentuk spora yaitu bentuk bakteri dalam keadaan istirahat yang tidak memungkinkannya untuk tumbuh pada kondisi lingkungan yang berat.
Jika kondisi lingkungannya mendukung, maka spora bakteri dapat tumbuh kembali dan berkembang seprti biasa. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas, zat-zat kimia dan pengaruh lainnya dibandingkan dengan bentuk sel vegetatifnya. Sebagian besar bakteri termasuk jenis non patogen dan hanya sebagian kecil saja yang termasuk jenis patogen.
Bakteri patogen umumnya peka terhadap pemanasan. Beberapa jenis bakteri dapat membentuk racun atau zat-zat yang menimbulkan keracunan. Mikroba yang merugikan meliputi mikroba pembusuk dan mikroba yang menimbulkan penyakit infeksi dan penyakit intoksikasi.
• Penyakit Infeksi yaitu penyakit yang ditimbulkan karena kita makan bahan yang terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba ini berkembang biak dalam tubuh manusia dan menimbulkan gejala-gejala penyakit, umumnya penyakit perut (gastroenteritis). Beberapa
mikroba yang menimbulkan penyakit infeksi antara lain Salmonella cholerae, Escherichia
coli, dll.
• Penyakit Intoksikasi / keracunan adalah penyakit yang ditimbulkan oleh karena orang memakan bahan pangan yang mengandung racun atau toksin.Racun dihasilkan oleh mikroba yang tumbuh dan berkembang di dalam bahan tersebut sebelum dimakan. Jadi gejala penyakitnya disebabkan oleh toksinnya dan bukan oleh mikroba. Beberapa mikroba yang menimbulkan penyakit intoksikasi antara lain Clostridium botulinum, Pseudomonas cocovenenans, Aspergillus flavus, dll.
Khamir atau ragi selalu terdapat di atmosfir atau di udara sekeliling kita dan menimbulkan kontaminasi terhadap mkanan- makanan yang dibiarkan di udara terbuka. Khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhan yang optimum, tetapi jenis khamir fermentatif dapat hidup secara anaerob meskipun pertumbuhannya lambat. Khamir kurang tahan terhadap suhu tinggi dibandingkan dengan kapang, karena itu pemanasan dapat merusak khamir dengan segera. Umumnya khamir lebih mudah tumbuh pada makanan yang banyak mengandung gula, dan mngubahnya menjadi alkohol dan gas karbon dioksida (CO2).
Kapang mempunyai ukuran yang lebih besar daripada bakteri, dapat dilihat dengan mata biasa, tumbuh dengan berbagai warna; umumnya berwarna abu-abu, hitam,kebirubiruan, merah atau jingga. Perbedaan warna ini disebabkan adanya perbedaan warna konidia atau sporanya. Kapang umumnya lebih tidak tahan panas dibandingkan dengan bakteri, tetapi kapang umumnya lebih tahan hidup pada kondisi lebih kering dibandingkan dengan bakteri.
2. Enzim
Pada biji-bijian dan serealia yang telah disimpan dalam waktu yang cukup lama masih terjadi peristiwa respirasi, perkecambahan dan pertumbuhan. Hal ini disebabkan adanya enzim-enzim, yang masih tetap bekerja pada bahan tersebut. Enzim yang terdapat secara alami dalam bahan makanan dapat berasal dari bahannya sendiri maupun dari mikroba yang mencemari bahan tersebut.
Aktivitas enzim berlangsung sejak bahan tersebut masih di pohon/belum dipetik sampai di dalam ruang penyimpanan, dan dapat menyebabkan perubahan pada komposisi bahan makanan. Aktivitas enzim dapat merugikan atau menguntungkan terhadap bahan. Beberapa aktivitas enzim yang menguntungkan antara lain : pematangan buah-buahan setelah dipetik/dipanen karena adanya enzim pektinase, pengempukan daging dengan enzim papain, dan lain-lain.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase, yang terdapat di dalam buah salak, apel, pisang, dll. Enzim ini dapat menimbulkan warna coklat, jika buah tersebut dipotong atau diiris dan dibiarkan di udara terbuka. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan, karena warna coklat yang ditimbulkannya. Jika bahan pangan akan diawetkan, maka enzim perlu diinaktifkan.
3. Hama (serangga, parasit , binatang mengerat)
Serangga merupakan penyebab kerusakan yang terutama pada serealia, buahbuahan juga sayur-sayuran. Beberapa jenis serangga misalnya semut dan kecoa lebih tepat digolongkan sebagai kontaminator. Sebagian serangga digolongkan pula sebagai serangga gudang, yaitu serangga yang terutama menyebabkan kerusakan pada bahan yang disimpan.
Kerusakan yang disebabkan serangga terutama karena melukai permukaan bahan pangan, sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh mikroba. Kerusakan karena serangan serangga di negara-negara maju sekitar 5 – 10 %, sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang dapat mencapai 50 %. Kontaminasi bahan makanan oleh serangga tidak dapat dikendalikan secara sempurna, karena itu di negara-negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat ditetapkan standar kontaminasi yang masih diperbolehkan. Kondisi optimum untuk pertumbuhan serangga ialah pada kadar air 14 %. Aktivitas serangga dalam ruang penyimpanan dapat dikendalikan dengan mengatur suhu ruangan. Pada suhu rendah, pertumbuhan serangga lambat dan pada suhu di bawah 15,6 oC pertumbuhan serangga terhenti. Pada suhu tinggi, serangga tumbuh optimum. Itulah sebabnya daerah tropis cocok untuk hidup serangga.
Pada serealia, buah-buahan yang dikeringkan dan rempah-rempah, serangga dapat dicegah secara fumigasi dengan beberapa senyawa kimia misalnya metil bromida, etilen oksida dan propilen oksida. Untuk bahan pangan yang mempunyai kadar air tinggi, tidak boleh digunakan etilen oksida atau propilen oksida, karena kemungkinan terjadinya pembentukan zat-zat yang beracun. Sistem penyimpanan pangan yang ada di Indonesia sangat beragam, mulai dari yang sederhana dan tradisional hingga yang canggih dan modern.
Bagaimanapun sistemnya, teknik-teknik yang dilakukan harus memperhatikan persyaratan internasional. Misalnya dengan akan diberlakukannya larangan penggunaan metil bromida pada tahun 1997, maka penyemprotan hasil pertanian dengan insektisida tersebut di gudang penyimpanan harus dihentikan (Syarief, 1996).
Jenis-jenis parasit yang mengkontaminasi bahan makanan misalnya cacing tambang atau cacing pita, kadang-kadang ditemukan di dalam daging. Cacing tersebut umumnya masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa-sisa makanan yang dimakan hewan yang bersangkutan. Cacing pita (Trichina spiralis) yang sering ditemukan dalam dagiung babi dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia, jika daging yang mengandung cacing tersebut tidak dimasak cukup panas.
Binatang mengerat seperti tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman padi atau biji-bijian lainnya sebelum dipanen maupun yang sudah dipanen, yang disimpan di dalam gudang penyimpanan atau lumbung. Tikus dapat menimbulkan masalah , bukan saja karena jumlah bahan yang dimakannya, tetapi juga karena perkembangbiakannya yang sangat cepat. Seekor tikus dapat hidup selama 2 – 3 tahun, dan dalam masa itu beranak 3 – 5 kali per tahun dengan tiap kali melahirkan sekitar 7 – 8 anak. Selain itu kotorannya termasuk air kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroba.
Selain dari binatang tersebut, burung dan hewan peliharaan dapat merupakan hama, jika hewan-hewan tersebut mencemari dan menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Burung dapat dianggap sebagai hama karena kotorannya mungkin mencemari bahan pangan dan mengundang mikroba untuk tumbuh pada bahan pangan.
4. Suhu
  • Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Suhu dapat merusak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu terjadinya perubahan sifat fisik (mentega kalau dipanaskan akan mencair) dan secara tidak langsung dengan mempercepat aktivitas enzim dan mikroba pembusuk.
  • Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi lemak dan rusaknya vitamin. Pendinginan yang tidak diawasi juga dapat merusak bahan.
  • Sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibekukan mengalami perubahan tekstur pada waktu “ thawing “, setelah bahan dikeluarkan dari tempat pembeku. “Thawing “ yaitu pencairan kembali kristal-kristal es dari bahan yang dibekukan. Pada waktu terjadi thawing, tekstur bahan berubah dari keras menjadi lunak.
  • Pembekuan juga menyebabkan kerusakan pada bahan yang berbentuk cair, misalnya susu. Pada pembekuan susu dapat terjadi pemecahan emulsi dan pemisahan lemak; protein susu mengalami denaturasi yang dapat mengakibatkan penggumpalan atau koagulasi.
  • Untuk mempertahankan kualitasnya, beberapa jenis bahan tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 10 oC, misalnya tomat.
  • Kerusakan karena suhu dingin dapat berupa penyimpangan warna, permukaan bahan menjadi bercak-bercak, dll.
5. Kandungan Air dalam Bahan
a. Air dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalm bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
b. Bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikoba untuk pertumbuhannya.
c. Menurunnya atau menaiknya kadar air menyebabkan bahan kurang menarik untuk dimakan.
d. Kapang tumbuh cepat pada roti dan keju yang dibiarkan terbuka.
e. Penguapan air menyebabkan pelayuan, pengeringan dan kadang-kadang kehilangan vitamin.
f. Terjadinya kondensasi air pada permukaan bahan mengakibatkan perkembang biakan bakteri dan pertumbuhan kapang. Kondensasi dapat pula terjadi di dalam bahan, misalnya pada bahan pangan yang dikemas. Dengan adanya respirasi dan transpirasi dari bahan, dapat dihasilkan air. Air terperangkap dalm wadah kemasan dan dapat memungkinkan umbuhnya mikroba.
g. Bahan pangan kering juga menghasilkan air dan akibatnya kelembaban nisbi berubah. Uap air ini akan berkondensasi kembali pada permukaan bahan, terutama bila suhu penyimpanan menurun.
h. Berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba memerlukan air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Dengan menambahkan gula, garam atau senyawa sejenis lainnya dalam jumlah yang cukup, dapat mengikat air tersebut dan makanan menjadi awet, meskipun kandungan airnya masih cukup tingg Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, contohnya selai, jeli dan sejenisnya.
6. Udara
  • Dari semua komponen gas yang terdapat dalam udara, maka oksigen merupakan gas yang penting ditinjau dari segi pengolahan pangan.
  • Oksigen dapat memercepat kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif pada bahan pangan yang berlemak. Kerusakan lemak ditandai dengan bau tengik karena terjadinya perubahan cita rasa.
  • Oksigen dapat merusak vitamin A dan vitamin C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna, sehingga produk pangan menjadi pucat
  • Oksigen adalah komponen penting untuk pertumbuhan kapang.
  • Kapang hidupnya aerobik, karena itu kapang dapat diketemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan atau di dalam bagian bahan yang rusak.
7. Cahaya/Sinar
  • Kerusakan bahan pangan karena cahaya/sinar jelas terlihat pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat.
  • Sinar seperti juga oksigen dapat merusak vitamin, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C.
  • Susu yang disimpan di dalam botol transparan dapat rusak karena sinar, yaitu menimbulkan bau tengik karena terjadinya oksidasi. Bahan pangan yang peka terhdap cahaya dapat dilindungi dengan cara pengepakan memakai bahan yang tidak tembus sinar.
8. Waktu penyimpanan
  • Sesaat sesudah penyembelihan, panen atau pengolahan terdapat saat dimana bahan pangan mempunyai kualitas terbaik, tetapi tidak berlangsung lama. Setelah itu kualitas akan terus menurun.
  • Pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim, serangan hama, pemanasan, pendinginan, dll. semuanya itu dipengaruhi oleh waktu. Makin lama waktu berlangsung, makin besar kerusakan yang terjadi.
  • Pada beberapa jenis bahan pangan misalnya keju atau anggur, waktu yang makin lama justru diinginkan karena kualitasnya menjadi lebih baik; namun demikian pada produkproduk ini ada batas waktu tertentu dimana kualitasnya optimal.
Oleh :Saripah Hudaya, Ir.,MS.

Kerusakan Asam Askorbat





Kerusakan Asam Askorbat

I. Pendahuluan

 I.1 Latar belakang
            Tanpa disadari pola konsumsi bahan makanan saat ini telah mengalami perubahan paradigma dari sebelumnya. Jika dahulu manusia makan hanya untuk memenuhi dan mengurangi rasa lapar, maka saat ini pola konsumsi manusia telah lebih berkembang, saat ini asupan gizi dari bahan pangan menjadi acuan dalam pemilihan bahan makanan dan konsumsi sehari – hari. Bahkan telah berkembang pepatah “ food for health ” atau makan untuk sehat . Ternyata jika hal ini dijalankan maka asupan gizi dalam tubuh dapat terpenuhi dengan seimbang.
            Dalam kehiduan sehari – hari tubuh sangat memerlukan asupan zat gizi dari bahan pangan yang kita makan. Kebutuhan ini harus dicukupi sesuai dengan keperluan metabolisme tubuh, sebab jika tidak terpenuhi maka aktifitas metabolisme dalam tubuh dapat terganggu. Namun kadang kala asupan zat gizi yang seharusnya telah terpenuhi pada bahan pangan diserap oleh tubuh secara tidak maksimal, karena telah terjadi perubahan kimia  pada bahan . Perubahan – perubahan tersebut terjadi akibat adanya reaksi dalam  bahan pangan maupun akibat dari pengaruh lingkungan. Perubahan yang paling penting terjadi pada saat proses pengolahan bahan pangan.
            Proses pengolahan pangan memegang peranan yang sangat penting dalam mekanisme  kehilangan zat gizi bahan pangan. Selama proses pengolahan pangan terjadi interaksi yang mengakibatkan komponen dalam bahan mengalami kerusakan dan kehilangan, hal ini terjadi jika pengolahan dilakukan tidak sesuai dan baik. Pada umumnya pengolahan bahan pangan menginginkan kehilangan zat gizi sekecil mungkin dan menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi.
            Proses perubahan kimia bahan pangan umumnya terjadi pada saat proses pengolahan, meskipun pada saat penyimpanan maupun pemanenan dapat terjadi perubahan kimai pada bahan. Perubahan – perubahan kimia pada bahan sangat merugikan, baik yang terjadi pra pengolahan maupun yang terjadi selama pengolahan bahan pangan. Salah satu komponen yang sangat rentang mengalami kehilangan pada saat proses pengolahan adalah vitamin C ( asam askorbat ).
            Pada dasarnya proses kehilngan vitamin C terjadi pada proses pra panen dan penyimpanan. Namun kehilangan vitamin C tidak hanya terjadi pada saat penyimpanan saja, proses kehilangan atau degradasi yang paling berpengaruh terjadi saat proses pengolahan bahan. Sebab didalam pengolahan terjadi interaksi antar komponen bahan yang berpengaruh terhadap kecepatan degradasi asam askorbat. Kecepatan degradasi asam askorbat sangat dipengaruhin oleh beberapa faktor berikut : ( 1 ) suhu tempat penyimpanan maupun pada saat pengolahan,( 2 ) ketersedian gas oksigen / O2, dan ( 3 ) lama pemanasan.
            Untuk mencegah atau mengurangi kehilangan akan komponen vitamin terutama asam askorbat, maka hal yang mutlak dilakukan dalam pengolahan bahan pangan adalah mengetahui stabilitas dari vitamin itu sendiri. Disamping dengan cara pengolahan yang baik dan benar sesuai dengan karakteristik dari komponen bahan.


II.        Isi

II.1 Vitamin C ( asam askorbat )
            Vitamin C merupakan komponen vitamin yang larut dalam air. Tidak seperti kebanyakan mamalia, manusia tidak memiliki kemampuan untuk membuat vitamin C sendiri karena itu kita harus mendapatkan vitamin C melalui bahan pangan yang kita makan Vitamin ini didapat dari berbagai sayuran dan buah – buahan segar, sehingga vitamin ini dapat disebut fress vitamins karena sumber utamanya berasal dari bahan – bahan segar ( buah dan sayur ). Setiap orang memiliki angka kecukupan akan vitamin C yang berbeda – beda, kecukupun ini dipengaruhi oleh kebiasan dan aktifitas yang dilakukan oleh orang tersebut. Seorang yang perokok akan menghilangkan vitamin C dalam darah sebesar 25 % dari metabolisme tubuh ( Anonim ,2011).
            Vitamin C mempunyai rumus empiris C6H8O6 dan dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192o C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan bersifat asam ( Nuri.N dan  Sutrisno. K ,2008 ). Meskipun vitamin C stabil jika berada dalam kristal tapi mudah rusak apabila dalam bentuk larutan tertuma jika mengadung ion logam dan kadar oksigen yang cukup tinggi.
            Vitamin C sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino dan lisin  menjadi hidroksi polin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini merupakan komponen kolagen yang penting. Penjagaan agar fungsi ini terjaga sangat tergantung ketersedian akan vitamin C dalam tubuh ( F.G Winarno,1992). Bila asupan akan vitamin C dalam tubuh berkurang maka akan menimbulkan berbagai penyakit seperti sariawan,bibir pecah – pecah ,pendarahan pada gusi dan berbagai penyakit lainnya.


II.2 Stabilitas asam askorbat
            Sebagian besar vitamin yang larut dalam air ternyata kurang stabil dalam larutan, sedangkan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak pada umumnya lebih stabil dalam larutan. Seperti pada vitamin umumnya,asam askorbat sangat sensitif terhadap pengaruh – pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu,kosentrasi gula dan garam,pH,oksigen  dan enzim. Karena begitu banyak faktor yang berperan dalam stabilitas asam askorbat,maka mekanisme perubahan dari asam askorbat sulit untuk dipelajari secara konkrit dan pasti.
            Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa vitamin C adalah vitamin yang mudah larut dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi,panas dan alkali. Oleh karenanya agar vitamin C tidak banyak yang hilang, maka sebaiknya pengirisan dan penghancuran yang berlebihan dihindari serta lama pemanasan selama pengolahan dikurangi.
            Banyak sekali produk hasil degradasi asam askorbat yang telah diidentifikasi. Pada pemasakan dalam air panas, ditemukan 10 jenis senyawa furan, 2 senyawa lakton, 3 jenis asam dan 3-hidroksi-2-pirone serta sejumlah besar senyawa furfural ( F.G Winarno,1992 ). Pengaruh aktivitas air terhadap stabilitas asam askorbat,juga mendapat perhatian yang lebih dari para ahli pangan dan kimia. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa kecepatan kerusakan asam askorbat dalam bahan pangan akan semakin meningkat dengan meningkatnya aktivitas air pada bahan.
            Asam askorbat dapat dioksidasi oleh asam nitrat. Karena itu penambahan asam askorbat kedalam makanan dianjurkan untuk menghindari pembentukan nitrosamin ( senyawa karsinogenik ) dalam makanan yang mengandung natrium nitrat ( Nuri.N dan  Sutrisno. K ,2008 ).



II.3 Pengaruh pengolahan terhadap asam askorbat
            Asam askorbat bersifat sangat larut dalam air,akibatnya sangat mudah mengalami proses kehilangan akibat luka di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Dalam bahan pangan yang kaya akan vitamin C seperti komoditi buah dan sayur, proses kehilangan vitamin C sangat berkaitan dengan reaksi pencoklatan non-enzimatis baik yang terjadi sebelum dan selama proses pengolahan.
Ø  Pengolahan dengan panas
            Pada pengolahan dengan panas ada 3 prinsip dasar yang sangat berperan dalam proses kehilangan vitamin ( terutama asam askorbat ) yaitu : pasteurisasi,sterilisaasi dan blancing.
            Ketiga jenis pemanasan diatas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kehilangan akan asam askorbat. Pada pasteurisasi kehilangan asam askorbat dapat dilihat pada proses pasturisasi terhadap susu. Kehilangan akan asam askorbat dapat mencapai 10 % dari total asam askorbat dalam bahan. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi konsumen.
                        Kehilangan vitamin C pada pemasakan atau pengolahan sayuran sangat bervariasi tergantung dari jenis sayuran dan teknik pengolahan yang digunakan. Sama halnya dengan vitamin yang larut dalam air, kehilangan asam askorbat yang terbesar terjadi pada saat proses blanching dengan air panas. Untuk itu dalam proses pemblanchingan hal yang harus diperhatikan adalah suhu air yang digunakan, sebab suhu air dapat mempengaruhi kenaikan aktifitas enzim yang ada dalam bahan. Dalam beberapa jenis sayuran, perlakuan panas pada waktu memasak sayuran mengakibatkan kerusakan asam askorbat yang besarnya dapat mencapai 50 % selama 1 jam ( Nuri.N dan  Sutrisno. K ,2008 ).
Ø  Pembekuan
            Stabilitas asam askorbat biasanya meningkat dengan penurunan suhu penyimpanan, akan tetapi dalam proses pembekuan kehilangan asam askorbat ternyata cukup besar. Kehilangan asam askorbat pada bahan pangan yang dibekukan sangat beragam tergantung dengan jenis dan karakteristik bahan pangan tersebut,namun penyimpanan pada suhu -18oC dapat menyebabkan kehilangan asam askorbat yang tinggi.
            Kebanyakan buah – buahan yang apabila diolah dengan cara yang dibenarkan mengalami susut asam askorbat kurang dari 30% dari kadar awalnya selama proses pembekuan. Sedangkan sari buah jeruk pekat hanya mengalami susut sebesar 5 % ,kecilnya kehilangan ini disebabkan oleh rendahnya pH dan kadar oksigen dalam produk tersebut.

Ø  Fermentasi
            Pada proses ini kehilangan asam askorbat tidak terlalu tinggi. Namun pada sayuran yang digarami atau diasin tetapi tidak dalam bentuk acar, retensi zat gizinya beragam tergantung pada jenis sayuran  serta jenis pengawetan yang digunakan. Jika tahap pentawaran dilakukan maka susut dari asama askorbat dapat mencapai 100%.




III.       Penutup

III.1 Kesimpulan
            Pada dasarnya semua komponen kimia dalam bahan pangan akan mengalami perubahan dan kehilangan selama proses pengolahan, baik yang disebabkan oleh pengaruh suhu panas maupun suhu rendah. Perubahan – perubahan itu ada yang menguntungkan maupun merugikan, akan tetapi pengaruh pengolahan memegang perana yang cukup besar dalam proses kehilangan zat gizi dalam bahan.
            Sama seperti halnya dengan komponen kimia lainnya, vitamin juga mengalami kehilangan dalam proses pengolahan,terutama yang menggunakan suhu yang cukup tinggi. Akan tetapi kompleksitas degradasi pada vitamin pada dasarnya belum dapat diketahui dengan pasti, terdapat interaksi dengan faktor lain yang belum diketahui sebab & akibatnya. Namun pengolahan yang dilakukan dengan benar maka efek kehilangan vitamin dapat ditekan lebih kecil dari kehilangan yang sebenarnya.
           


Daftar Pustaka

Andarwulan,Nuri.,Koswara,Sutrisno. 2008. Kimia Vitamin.Diterbitkan atas            kerja sama       dengan PAU – Pangan dan Gizi,Institut Pertanian     Bogor.
Anonim .2011.sifat vitamin C .http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C        Diakses tanggal 24      maret 2011
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.