searching

Minggu, 18 September 2011

Kerusakan Bahan Pangan

  Kerusakan Bahan Pangan



Mengapa bahan pangan mengalami kerusakan?
Hasil pertanian setelah dipanen atau disembelih jika dibiarkan di udara terbuka pada suhu kamar atau dibiarkan tanpa perlakuan, maka lama kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh mekanis, fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis. Pengaruh-pengaruh tersebut kemungkinan dapat mengakibatkan kerusakan atau pembusukan, terutama pada saat panen melimpah.
Apakah yang dimaksud dengan kerusakan pangan ?
Kerusakan pangan sukar didefinisikan secara tegas karena sifatnya relatif. Misalnya bila ditinjau dari segi selera, bahan makanan yang dianggap oleh sebagian orang telah rusak, malahan oleh orang lain dianggap enak. Setiap orang sulit membedakan jenis kerusakan yang bagaimana yang bisa membahayakan terhadap kesehatan tubuh. Belum tentu makanan yang dianggap rusak mempengaruhi kesehatan, paling-paling nilai estetikanya atau niulai gizinya berkurang.
Terjadinya pememaran pada buah-buahan , daun kangkung atau bayam menjadi layu misalnya merupakan tanda terjadinya kerusakan; demikian pula pada bahan makanan yang digoreng menjadi gosong karena pemanasan yang terlalu lama menunjukkan adanya kerusakan. Dari beberapa pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa suatu bahan dikatakan rusak bila “ menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh pancaindera atau parameter lain yang digunakan “.
Kerusakan pangan dapat ditinjau berdasarkan nilai gizi, estetika dan keracunan. Kerusakan nilai gizi misalnya kerusakan vitamin B1 atau riboflavin dalam susu yang dibiarkan di udara terbuka, langsung kena sinar matahari atau sinar buatan. Kehilangan riboflavin ini dapat dicegah bila susu disimpan pada suhu rendah dan terlindung dari cahaya/ sinar. Daun sawi yang telah layu, buah-buahan dan sayur-sayuran yang warnanya pucat meskipun tidak berbahaya pada/bagi kesehatan, tetapi secara estetika dianggap rusak karena kenampakannya kurang bagus. Kerusakan yang menimbulkan masalah serius ialah terjadinya keracunan pada makanan.
Bagaimana ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan ?
Bahan makanan secara alami akan mengalami kerusakan, hanya ketahanannya berbeda-beda tergantung jenis makanannya. Berdasarkan ketahanannya terhadap kerusakan, bahan makanan dikelompokkan menjadi:
1. Makanan yang stabil atau tidak mudah rusak
Jenis makanan ini dapat tahan dalam waktu lama.
Contohnya : serealia, kacang-kacangan
2. Makanan yang agak mudah rusak.
Jenis makanan ini ketahanan simpannya terbatas.
Contohnya : bawang merah, wortel, cabai merah, dll.
3. Makanan yang mudah rusak.
Jenis makanan ini mudah rusak bila tidak diawetkan.
Contoh : daging, susu, ikan, buah-buahan berair banyak, dll.
Sesungguhnya bahan pangan sebelum dipanen dan ditangani manusia sifatnya relatif steril, karena mempunyai pelindung yang bersifat alami; misalnya kulit telur yang melindungi isi telur atau kulit buah yang melindungi daging buah. Begitu bahan pangan dipetik atau diperah atau disembelih, sifat kesterilan tersebut hilang karena bahan pangan mulai mengalami kontak dengan manusia dan lingkungan di sekelilingnya.
Mikroba yang mencemari bahan pangan akan segera tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, dan mulai menimbulkan kebusukan pada bahan pangan jika bahan pangan tersebut tidak segera dimasak atau diawetkan. Untuk melakukan usaha-usaha pengawetan, perlu dipertimbangkan jenis-jenis kerusakan yang bisa terjadi pada bahan pangan, kemudian memilih cara-cara yang diinginkan; sedangkan untuk memahami kerusakankerusakan bahan hasil pertanian atau bahan pangan perlu diketahui faktor-faktor penyebabnya.
Apakah penyebab utama kerusakan pangan?
Penyebab utama kerusakan pangan adalah :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikoorganisme
2. Enzim
3. Hama ( serangga, parasit, dan binatang mengerat)
4. Suhu, baik suhu tinggi maupun suhu rendah
5. Air
6. Udara, khususnya oksigen
7. Cahaya/sinar
8. Waktu penyimpanan
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Mikroba adalah jasad hidup berukuran sangat kecil, tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi dapat dilihat melalui mikroskop; dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di permukaan kulit, bulu, permukaan buah, sayuran , biji-bijian, bahkan di dalam usus manusia dan hewan.
Mikroba yang penting dalam kerusakan pangan yaitu bakteri, kapang dan khamir. Tiap-tiap jenis mikroba ini untuk pertumbuhannya memerlukan suhu dan pH tertentu, juga air maupun oksigen. Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
  1. Mikroba yang menguntungkan, adalah mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, tape, tauco, keju, kecap, yoghurt, dll. Dalam proses fermentasi, mikroba yang diinginkan ditingkatkan pertumbuhannya, sedangkan mikroba yang tidak diinginkan pertumbuhannya dihambat.
  2. Mikroba yang merugikan. Mikroba yang termasuk golongan ini yaitu mikroba yang menimbulkan penyakit, mensintesis racun dan yang menyebabkan pembusukan. Sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dll. akan mengalami kontaminasi oleh mikroba setelah kulitnya dikupas atau mengalami kerusakan.
Bakteri yang tumbuh pada bahan pangan dapat menimbulkan lendir, bau, gas, busa, asam atau penyimpangan warna. Selain itu bakteri dapat menimbulkan penyakit atau keracunan, jika bakteri berasal dari kelompok bakteri patogen atau bakteri penyebab penyakit . Kerusakan yang ditimbulkan oleh bakteri bisa sangat besar.
Hal ini terutama disebabkan bakteri berkembang biak dengan cepat sekali bila keadaan lingkungannya menguntungkan. Misalnya dalam suasana lingkungan yang baik, jumlah bakteri dapat meningkat 2 kali lipat dalam waktu 30 menit. Sebagai contoh, misalnya susu segar yang belum dipasteurisasi umumnya mengandung 100.000 mikroba per ml.; jumlah ini dapat berlipat ganda menjadi 25 juta dalam waktu 24 jam.
Menurut kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas :
a. Jenis-jenis yang aerobik (memerlukan oksigen/O2)
b. Jenis-jenis yang anaerobik (untuk tumbuh memerlukan suasana bebas oksigen atau dengan tekanan oksigen rendah)
Pertumbuhan optimum bakteri dipengaruhi beberapa faktor , antara lain kadar air, pH, RH, oksigen, mineral, dll. Berdasarkan suhu pertumbuhannya, bakteri dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu :
  1. Bakteri termofilik, pada suhu 38 – 80oC (suhu optimum 45 – 55oC) Sebagian besar bakteri termasuk golongan ini.
  2. Bakteri mesofilik, pada suhu 16 – 38oC (suhu optimum 20 – 45oC)
  3. Bakteri psikrofilik, pada suhu 0 – 16oC (suhu optimum 20oC )
Beberapa jenis bakteri dapat membentuk spora yaitu bentuk bakteri dalam keadaan istirahat yang tidak memungkinkannya untuk tumbuh pada kondisi lingkungan yang berat.
Jika kondisi lingkungannya mendukung, maka spora bakteri dapat tumbuh kembali dan berkembang seprti biasa. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas, zat-zat kimia dan pengaruh lainnya dibandingkan dengan bentuk sel vegetatifnya. Sebagian besar bakteri termasuk jenis non patogen dan hanya sebagian kecil saja yang termasuk jenis patogen.
Bakteri patogen umumnya peka terhadap pemanasan. Beberapa jenis bakteri dapat membentuk racun atau zat-zat yang menimbulkan keracunan. Mikroba yang merugikan meliputi mikroba pembusuk dan mikroba yang menimbulkan penyakit infeksi dan penyakit intoksikasi.
• Penyakit Infeksi yaitu penyakit yang ditimbulkan karena kita makan bahan yang terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba ini berkembang biak dalam tubuh manusia dan menimbulkan gejala-gejala penyakit, umumnya penyakit perut (gastroenteritis). Beberapa
mikroba yang menimbulkan penyakit infeksi antara lain Salmonella cholerae, Escherichia
coli, dll.
• Penyakit Intoksikasi / keracunan adalah penyakit yang ditimbulkan oleh karena orang memakan bahan pangan yang mengandung racun atau toksin.Racun dihasilkan oleh mikroba yang tumbuh dan berkembang di dalam bahan tersebut sebelum dimakan. Jadi gejala penyakitnya disebabkan oleh toksinnya dan bukan oleh mikroba. Beberapa mikroba yang menimbulkan penyakit intoksikasi antara lain Clostridium botulinum, Pseudomonas cocovenenans, Aspergillus flavus, dll.
Khamir atau ragi selalu terdapat di atmosfir atau di udara sekeliling kita dan menimbulkan kontaminasi terhadap mkanan- makanan yang dibiarkan di udara terbuka. Khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhan yang optimum, tetapi jenis khamir fermentatif dapat hidup secara anaerob meskipun pertumbuhannya lambat. Khamir kurang tahan terhadap suhu tinggi dibandingkan dengan kapang, karena itu pemanasan dapat merusak khamir dengan segera. Umumnya khamir lebih mudah tumbuh pada makanan yang banyak mengandung gula, dan mngubahnya menjadi alkohol dan gas karbon dioksida (CO2).
Kapang mempunyai ukuran yang lebih besar daripada bakteri, dapat dilihat dengan mata biasa, tumbuh dengan berbagai warna; umumnya berwarna abu-abu, hitam,kebirubiruan, merah atau jingga. Perbedaan warna ini disebabkan adanya perbedaan warna konidia atau sporanya. Kapang umumnya lebih tidak tahan panas dibandingkan dengan bakteri, tetapi kapang umumnya lebih tahan hidup pada kondisi lebih kering dibandingkan dengan bakteri.
2. Enzim
Pada biji-bijian dan serealia yang telah disimpan dalam waktu yang cukup lama masih terjadi peristiwa respirasi, perkecambahan dan pertumbuhan. Hal ini disebabkan adanya enzim-enzim, yang masih tetap bekerja pada bahan tersebut. Enzim yang terdapat secara alami dalam bahan makanan dapat berasal dari bahannya sendiri maupun dari mikroba yang mencemari bahan tersebut.
Aktivitas enzim berlangsung sejak bahan tersebut masih di pohon/belum dipetik sampai di dalam ruang penyimpanan, dan dapat menyebabkan perubahan pada komposisi bahan makanan. Aktivitas enzim dapat merugikan atau menguntungkan terhadap bahan. Beberapa aktivitas enzim yang menguntungkan antara lain : pematangan buah-buahan setelah dipetik/dipanen karena adanya enzim pektinase, pengempukan daging dengan enzim papain, dan lain-lain.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase, yang terdapat di dalam buah salak, apel, pisang, dll. Enzim ini dapat menimbulkan warna coklat, jika buah tersebut dipotong atau diiris dan dibiarkan di udara terbuka. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan, karena warna coklat yang ditimbulkannya. Jika bahan pangan akan diawetkan, maka enzim perlu diinaktifkan.
3. Hama (serangga, parasit , binatang mengerat)
Serangga merupakan penyebab kerusakan yang terutama pada serealia, buahbuahan juga sayur-sayuran. Beberapa jenis serangga misalnya semut dan kecoa lebih tepat digolongkan sebagai kontaminator. Sebagian serangga digolongkan pula sebagai serangga gudang, yaitu serangga yang terutama menyebabkan kerusakan pada bahan yang disimpan.
Kerusakan yang disebabkan serangga terutama karena melukai permukaan bahan pangan, sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh mikroba. Kerusakan karena serangan serangga di negara-negara maju sekitar 5 – 10 %, sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang dapat mencapai 50 %. Kontaminasi bahan makanan oleh serangga tidak dapat dikendalikan secara sempurna, karena itu di negara-negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat ditetapkan standar kontaminasi yang masih diperbolehkan. Kondisi optimum untuk pertumbuhan serangga ialah pada kadar air 14 %. Aktivitas serangga dalam ruang penyimpanan dapat dikendalikan dengan mengatur suhu ruangan. Pada suhu rendah, pertumbuhan serangga lambat dan pada suhu di bawah 15,6 oC pertumbuhan serangga terhenti. Pada suhu tinggi, serangga tumbuh optimum. Itulah sebabnya daerah tropis cocok untuk hidup serangga.
Pada serealia, buah-buahan yang dikeringkan dan rempah-rempah, serangga dapat dicegah secara fumigasi dengan beberapa senyawa kimia misalnya metil bromida, etilen oksida dan propilen oksida. Untuk bahan pangan yang mempunyai kadar air tinggi, tidak boleh digunakan etilen oksida atau propilen oksida, karena kemungkinan terjadinya pembentukan zat-zat yang beracun. Sistem penyimpanan pangan yang ada di Indonesia sangat beragam, mulai dari yang sederhana dan tradisional hingga yang canggih dan modern.
Bagaimanapun sistemnya, teknik-teknik yang dilakukan harus memperhatikan persyaratan internasional. Misalnya dengan akan diberlakukannya larangan penggunaan metil bromida pada tahun 1997, maka penyemprotan hasil pertanian dengan insektisida tersebut di gudang penyimpanan harus dihentikan (Syarief, 1996).
Jenis-jenis parasit yang mengkontaminasi bahan makanan misalnya cacing tambang atau cacing pita, kadang-kadang ditemukan di dalam daging. Cacing tersebut umumnya masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa-sisa makanan yang dimakan hewan yang bersangkutan. Cacing pita (Trichina spiralis) yang sering ditemukan dalam dagiung babi dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia, jika daging yang mengandung cacing tersebut tidak dimasak cukup panas.
Binatang mengerat seperti tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman padi atau biji-bijian lainnya sebelum dipanen maupun yang sudah dipanen, yang disimpan di dalam gudang penyimpanan atau lumbung. Tikus dapat menimbulkan masalah , bukan saja karena jumlah bahan yang dimakannya, tetapi juga karena perkembangbiakannya yang sangat cepat. Seekor tikus dapat hidup selama 2 – 3 tahun, dan dalam masa itu beranak 3 – 5 kali per tahun dengan tiap kali melahirkan sekitar 7 – 8 anak. Selain itu kotorannya termasuk air kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroba.
Selain dari binatang tersebut, burung dan hewan peliharaan dapat merupakan hama, jika hewan-hewan tersebut mencemari dan menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Burung dapat dianggap sebagai hama karena kotorannya mungkin mencemari bahan pangan dan mengundang mikroba untuk tumbuh pada bahan pangan.
4. Suhu
  • Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Suhu dapat merusak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu terjadinya perubahan sifat fisik (mentega kalau dipanaskan akan mencair) dan secara tidak langsung dengan mempercepat aktivitas enzim dan mikroba pembusuk.
  • Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi lemak dan rusaknya vitamin. Pendinginan yang tidak diawasi juga dapat merusak bahan.
  • Sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibekukan mengalami perubahan tekstur pada waktu “ thawing “, setelah bahan dikeluarkan dari tempat pembeku. “Thawing “ yaitu pencairan kembali kristal-kristal es dari bahan yang dibekukan. Pada waktu terjadi thawing, tekstur bahan berubah dari keras menjadi lunak.
  • Pembekuan juga menyebabkan kerusakan pada bahan yang berbentuk cair, misalnya susu. Pada pembekuan susu dapat terjadi pemecahan emulsi dan pemisahan lemak; protein susu mengalami denaturasi yang dapat mengakibatkan penggumpalan atau koagulasi.
  • Untuk mempertahankan kualitasnya, beberapa jenis bahan tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 10 oC, misalnya tomat.
  • Kerusakan karena suhu dingin dapat berupa penyimpangan warna, permukaan bahan menjadi bercak-bercak, dll.
5. Kandungan Air dalam Bahan
a. Air dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalm bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
b. Bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikoba untuk pertumbuhannya.
c. Menurunnya atau menaiknya kadar air menyebabkan bahan kurang menarik untuk dimakan.
d. Kapang tumbuh cepat pada roti dan keju yang dibiarkan terbuka.
e. Penguapan air menyebabkan pelayuan, pengeringan dan kadang-kadang kehilangan vitamin.
f. Terjadinya kondensasi air pada permukaan bahan mengakibatkan perkembang biakan bakteri dan pertumbuhan kapang. Kondensasi dapat pula terjadi di dalam bahan, misalnya pada bahan pangan yang dikemas. Dengan adanya respirasi dan transpirasi dari bahan, dapat dihasilkan air. Air terperangkap dalm wadah kemasan dan dapat memungkinkan umbuhnya mikroba.
g. Bahan pangan kering juga menghasilkan air dan akibatnya kelembaban nisbi berubah. Uap air ini akan berkondensasi kembali pada permukaan bahan, terutama bila suhu penyimpanan menurun.
h. Berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba memerlukan air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Dengan menambahkan gula, garam atau senyawa sejenis lainnya dalam jumlah yang cukup, dapat mengikat air tersebut dan makanan menjadi awet, meskipun kandungan airnya masih cukup tingg Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, contohnya selai, jeli dan sejenisnya.
6. Udara
  • Dari semua komponen gas yang terdapat dalam udara, maka oksigen merupakan gas yang penting ditinjau dari segi pengolahan pangan.
  • Oksigen dapat memercepat kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif pada bahan pangan yang berlemak. Kerusakan lemak ditandai dengan bau tengik karena terjadinya perubahan cita rasa.
  • Oksigen dapat merusak vitamin A dan vitamin C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna, sehingga produk pangan menjadi pucat
  • Oksigen adalah komponen penting untuk pertumbuhan kapang.
  • Kapang hidupnya aerobik, karena itu kapang dapat diketemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan atau di dalam bagian bahan yang rusak.
7. Cahaya/Sinar
  • Kerusakan bahan pangan karena cahaya/sinar jelas terlihat pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat.
  • Sinar seperti juga oksigen dapat merusak vitamin, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C.
  • Susu yang disimpan di dalam botol transparan dapat rusak karena sinar, yaitu menimbulkan bau tengik karena terjadinya oksidasi. Bahan pangan yang peka terhdap cahaya dapat dilindungi dengan cara pengepakan memakai bahan yang tidak tembus sinar.
8. Waktu penyimpanan
  • Sesaat sesudah penyembelihan, panen atau pengolahan terdapat saat dimana bahan pangan mempunyai kualitas terbaik, tetapi tidak berlangsung lama. Setelah itu kualitas akan terus menurun.
  • Pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim, serangan hama, pemanasan, pendinginan, dll. semuanya itu dipengaruhi oleh waktu. Makin lama waktu berlangsung, makin besar kerusakan yang terjadi.
  • Pada beberapa jenis bahan pangan misalnya keju atau anggur, waktu yang makin lama justru diinginkan karena kualitasnya menjadi lebih baik; namun demikian pada produkproduk ini ada batas waktu tertentu dimana kualitasnya optimal.
Oleh :Saripah Hudaya, Ir.,MS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar