Acara 2
A. PENDAHULUAN
· Latar Belakang
Konsep bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman diatur oleh suatu substansi yang dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit, dalam suatu organ yang menyebabkan suatu respon pada organ yang lain, pertama kali diajukan oleh Julius von Sachss, bapak Fisiologi Tumbuhan, pada pertengahan abad ke-19. Pengamatannya dikuatkan lagi oleh Charles Darwin pada tahun 1880 dalam eksperimennya tentang pengaruh cahaya dan gaya tarik bumi terhadap pertumbuhan tanaman, Darwin mengamati bahwa kecambah rumput kenari membengkok kearah sumber cahaya (fototropisme) kecuali bila pucuk kecambah tersebut dibungkus dengan kertas timah yang tidak tembus cahaya. Dia menyimpulkan bahwa rangsangan cahaya ditanggapi oleh bagian ujung batang (koleoptil), tepai responsnya terjadi pada jaringan yang lebih bawah atau lebih basal (Gardner, dkk., 1991).
Beberapa ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh. (http://www.iel.ipb.ac.id/sac/hibah/2003/sf_tumbuhan/ZPT.html yang direkam pada 31 Okt 2007 16:10:39 GMT.)
· Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat mengetahui pengaruh penggunaan pelilinan pada buah-buahan terhadap lama simpan umur buah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Hormon berasal dari bahasa Yunani yaitu Hormoein yang berarti menggiatkan, atau suatu substansi yang disintesis pada suatu organ yang pada gilirannya merangsang terjadinya respons pada organ yang lain (Gardner, dkk., 1991). Sedangkan menurut Lingga (1986), hormon itu berarti pembawa atau pembangkit. Jadi hormon merupakan zat yang berfungsi sebagai pengatur yang dapat mempengaruhi jaringan-jaringan berbagai organ maupun sistem organ.
Hormon yang membantu pertumbuhan pada tanaman dikenal dengan fitohormon atau substansi pertumbuhan tanaman atau pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulators = PGRs) (Gardner, dkk., 1991). Fitohormon adalah senyawa organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi tertentu dapat mendukung atau menghambat pembelahan sel serta berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Abidin, 1986).
Hormon tumbuh terdiri dari tiga group senyawa, yaitu : auxin, giberilin dan sitokonin. Selain itu diduga masih ada senyawa lainnya yang mempunyai aktivitas yang sama seperti kelompok senyawa di atas, tetapi dengan konsentrasi dan peranan yang kecil dalam fungsi fisiologis tumbuhan (Heddy, 1986).
Sitokinin
Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang.
Ahli biologi tumbuhan juga menemukan bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun, bunga dan buah dengan cara mengontrol dengan baik proses kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke jaringan meristem atau bagian lain dari tanaman yang membutuhkannya. Sitokinin juga dapat menghambat penuaan bunga dan buah. Penyemprotan sitokinin pada bunga potong dilakukan agar bunga tersebut tetap segar. Sitokinin mempunyai fungsi utama yaitu mempengaruhi pertumbuhan dan diferensi akar,mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum,mendorong perkecambahan dan menunda penuaan.
Giberelin
Giberelin bekerja secara sinergis dengan auxin, sitokinin dan mungkin beberapa zat lainnya (sinergisme) untuk mempengaruhi dormansi puncak, pertumbuhan kambium, geotropisme, absisi dan partenokarpi (akibat aktivitas auxin dan giberelin), efektif meningkatkan set buah, perangsangan pertumbuhan antar buku sehingga tumbuhan tidak kerdil, pembebasan a-amilase untuk hidrolisis tepung dan perkecambahan (Gardner, dkk., 1991).
Giberilin bereaksi pada sel-sel yang mengelilingi endosperma yang menyebabkan pembentukan sejumlah enzim hidrolitik khusus (seperti amylase dan protease) yang mencerna zat pati dan protein endosperma dengam demikian membuat persediaan gula dan asam amino bagi sel yang bertumbuh. Selanjutnya dijelaskan bahwa asam amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan precurson terbentuknya jenis hormon tumbuh yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auxin (Kimball, 1983).
Giberelin berperan dalam pembelahan sel dan mendukung pembentukan RNA sehingga terjadi sintesa protein. Pembelahan sel distimulasi oleh aktifnya amylase menghidrolisis pati menjadi gula tereduksi sehingga konsentrasi gula meningkat akibatnya tekanan osmotik juga meningkat. Peningkatan tekanan osmotik di dalam sel menyebabkan air mudah masuk ke dalam sel, sehingga dapat mentriger segala proses fisiologis dalam sel tanaman (Kusumo, 1989).
C. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Praktikum teknologi buah dan sayur acara II dilakukan pada tanggal Desember 2007 pada pukul 15.00 sampai selesai dan tepatnya adalah hari sabtu.
Praktikum bertempat di Laboratorium Tekhnologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulwarman.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang di gunakan dalam praktikun ini adalah sebagai berikut :
- Mangga
- Giberelin
- Sitokinin
Sedangkan pealatan yang dipergunakan, antara lain :
- Timbangan
- Wadah buah
- Pisau
- Baskom
- Hand refractometer
C. Cara Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan mangga serta alat yang akan digunakan.
2. Melakukan sortasi dan pembersihan pada buah mangga.
3. Melakukan perendaman selama 1 jam dengan:
· Larutan GA
· Larutan Sitokinin
4. Kemudian meniriskan dan meletakkan pada suhu ruang selama 4 hari.
5. Melakukan perbandingan dengan kontrol.
Diagram alir perlakuan pelilinan bauh segar
D. HASIL PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah selesai dilakukan penyimpanan pada hari ke-4. Pengamatan terdiri dari:
i. Susut berat
ii. Uji organoleptik
iii. Total padatan terlarut
Tabel 1. Pengamatan berat awal buah mangga pada hari pertama
No. | Perlakuan | Berat awal bahan (gram) |
1. 2. 3. | Mangga + GA 10 ppm Mangga + Sitokinin Kontrol | 337,00 260,82 281,48 |
Tabel 2. Pengamatan susut berat buah mangga pada hari ke-4
No. | Perlakuan | Berat awal (gram) | Berat akhir (gram) | Persentase (%) |
1. 2. 3. | Mangga + GA 10 ppm Mangga + Sitokinin Kontrol | 337,00 260,82 281,48 | 304,00 235,65 229,94 | 9,792 9,650 9,073 |
Keterangan :
% Susut Berat =
Perhitungan :
- Persen Susut berat pada perlakuan mangga + GA 10 ppm
% Susut Berat =
=
= 9,792
- Persen Susut berat pada perlakuan mangga + Sitokinin
% Susut Berat =
=
= 9,650
- Persen Susut berat pada kontrol
% Susut Berat =
=
= 9,073
Tabel 3. Pengamatan uji organoleptik buah mangga pada hari ke-4
No. | Perlakuan | Warna daging Buah | Rasa* | Aroma* | Tekstur** |
1. 2. 3. | Mangga + GA 10 ppm Mangga + Sitokinin Kontrol | Kuning Kuning muda Kuning | 2 3 3 | 3 2 1 | 1 2 2 |
Keterangan :
*) 1. Sangat suka 2. Suka 3. Agak suka 4. Tidak suka | **) 1. Keras 2. Agak keras 3. Agak lunak 4. Lunak |
Total padatan terlarut
1. Mangga + GA = 15,8 + 0,5 = 16,3 oBrix
2. Mangga + Sitokinin = 3,9 + 0,5 = 4,4 oBrix
3. Kontrol = 16,2 + 0,5 = 16,7 oBrix
Hasil pengamatan pada hari ke-4 setelah dilakukan uji organoleptik :
Gambar 1. hasil pengamatan Gambar 2. hasil pengamatan
mangga + GA mangga + Sitokinin
Gambar 3. hasil pengamatan perlakuan
Mangga sebagai kontrol
E. PEMBAHASAN
Pada mula-mula mangga ditimbang untuk mengetahui berat awal guna mempermudah perhitinga susut berat. Pada pengamatan yang dilakukan pada tabel 2 yaitu tabel susut berat, terlihat bahwa semua perlakuan menunjukkan persentase yang tidak jauh berbeda. Persentase susut berat menunjukkan bahwa buah mangga yang belum masak bobotnya dapat menyusut pada proses pematangan.
Pada pengamatan pada tabel 3 yaitu uji organoleptik menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan yang terjadi pada setiap perlakuan. Pada perlakuan mangga + GA warna daging buah kuning, mempunyai rasa manis dan tekstur yang keras tetapi aromanya tidak begitu tercium. Pada perlakuan ini GA tidak memberikan pengaruh memperpanjang masa simpan karena GA tingkat kematangannya hampir sama dengan control. Menurut literature yang ada bahwa GA dapat memperlambat proses pematangan, namun pada hasil pengamatan GA tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada buah mangga. Sedangkan perlakuan mangga + sitokinin juga memperlihatkan perbedaan di setiap pengujian seperti warna daging buah kuning muda mempunyai rasa manis tetapi masih terasa masam kemudian teksturnya agak keras. Pada perlakuan sitokinin memberikan pengaruh atau respon yang sangat berbeda dengan kontrol. Ini menunjukkan bahwa sitokinin mampu memberikan masa simpan buah yang lebih lama.
Pada perhitungan total padatan terlarut pada perlakuan GA tidak jauh berbeda dengan kontrol menunjukkan bahwa semakin tinggi total padatan terlarut maka tingkat pematangan buah mangga semakin besar namun pada perlakuan sitokinin total padatan terlarutnya rendah daripada kontrol menunjukkan bahwa tingkat pematangan semakin rendah.
F. KESIMPULAN
· Kesimpulan
Dari pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan mangga + GA tidak mempengaruhi umur simpan karena Giberelin dapat menghambat pematangan buah namun tidak semua jenis buah mampu merespon Giberelin terbukti pada perlakuan mangga + Giberelin. Sedangkan pada sitokinin terbukti dapat menghambat pematangan karena mangga mampu merespon kerja sitokinin yang memperlambat sintesa gas etilen pada buah mangga.
· Saran
Sebaiknya para praktikan dalam mengolah abon tidak bermain-main dan berjalan ke sana ke mari, Hendaknya bahan dan alat sebelum praktikum dilaksanakan sudah disiapkan, agar tidak terjadi kekurangan bahan yang dapat mengulur-ulur waktu
G. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, 1989. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Gardner, F.P., R. B. Pearce, Roger L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo dan Pendamping Subiyanto. Cetakan Pertama.Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Heddy, 1986. Hormon tumbuhan. Fakultas Pertanian , Universitas Brawijaya, Malang. Rajawali Jakarta.
.
Kimball, John W., 1983. Biologi. Jilid 2, edisi Kelima Alih Bahasa H. Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri, Institut Pertanian Bogor. . Penerbit Erlangga, Jakarta
Kusumo, S. 1989. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Yasaguna, Jakarta.
Lingga, 1986. Petunjuk Petunjuk Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar